INI ADALAH BLOG SEORANG SIMPLE, "Ketika seorang mampu berharap sesuatu yang tinggi, maka ia akan hanya menjadi seorang yang paling menderita didalam harapannya, saat hampa dalam genggamannya"
Perbedaan Pinalti Bambang Pamungkas dan Firman Utina
Kegagalan Firman Utina mengeksekusi pinalti ke gawang Malaysia di final leg kedua lalu menjadi awal kegagalan timnas Indonesia merengkuh Piala AFF kesekian kalinya. Tendangan kaki Firman terasa kurang cukup cepat dan kuat menembus pertahanan Khairul Fahmi, kiper Malaysia, malam itu. Bola pun mulus meluncur ke tangan sang kiper. Berbeda dengan sepakan Bambang Pamungkas ketika mengeksekusi dua pinalti ke gawang Thailand di babak penyisihan sebelumnya. Bambang dua kali dengan baik berhasil mengoyak jala kiper Thailand. Apa yang berbeda diantara keduanya? Buku teks Fisika bisa memberikan jawabanya.
Terlebih dahulu perlu diingat bahwa proses “tendangan pinalti” seperti halnya tendangan bola pada umumnya merupakan peristiwa tumbukan antara kaki dan bola. Kecepatan bola yang “bereaksi” akibat tumbukan tersebut tergantung pada massa kaki pemain, dan massa bola serta koefisien restitusi. Hasil kalkulasi dan penurunan rumus dari beberapa referensi, diperoleh bahwa kecepatan bola berbanding lurus dengan kecepatan kaki sang pemain. Anda bisa mengecek rumus lengkapnya di sini. Makin cepat kaki, makin deras bola yang dihasilkan. Dan karena percepatan bola berbanding dengan “gaya”, maka makin cepat bola meluncur, makin keras juga “terjangannya”.
Kegagalan Firman Utina mengeksekusi pinalti ke gawang Malaysia di final leg kedua lalu menjadi awal kegagalan timnas Indonesia merengkuh Piala AFF kesekian kalinya. Tendangan kaki Firman terasa kurang cukup cepat dan kuat menembus pertahanan Khairul Fahmi, kiper Malaysia, malam itu. Bola pun mulus meluncur ke tangan sang kiper. Berbeda dengan sepakan Bambang Pamungkas ketika mengeksekusi dua pinalti ke gawang Thailand di babak penyisihan sebelumnya. Bambang dua kali dengan baik berhasil mengoyak jala kiper Thailand. Apa yang berbeda diantara keduanya? Buku teks Fisika bisa memberikan jawabanya.
Terlebih dahulu perlu diingat bahwa proses “tendangan pinalti” seperti halnya tendangan bola pada umumnya merupakan peristiwa tumbukan antara kaki dan bola. Kecepatan bola yang “bereaksi” akibat tumbukan tersebut tergantung pada massa kaki pemain, dan massa bola serta koefisien restitusi. Hasil kalkulasi dan penurunan rumus dari beberapa referensi, diperoleh bahwa kecepatan bola berbanding lurus dengan kecepatan kaki sang pemain. Anda bisa mengecek rumus lengkapnya di sini. Makin cepat kaki, makin deras bola yang dihasilkan. Dan karena percepatan bola berbanding dengan “gaya”, maka makin cepat bola meluncur, makin keras juga “terjangannya”.
Dari sini, kita bisa amati adanya perbedaan mencolok antara Bambang Pamungkas dan Firman Utina dalam mengeksekusi tendangan pinalti.
Dalam kasus Bambang, dia mengambil ancang-ancang penuh untuk menendang dari garis terluar kotak pinalti (berjarak sekitar 16,5 meter dari gawang). Bola berada 11 meter di depan kiper, atau 5,5 meter di depan Bambang. Hasil pengamatan lewat video dari Youtube, kecepatan lari Bambang dari titik ancang-ancang sebelum menendang bola adalah 3.24 meter per detik (m/s). Kecepatan lari ini bisa kita asumsikan sebagai kecepatan kaki Bambang dalam menendang bola pinalti.
Bola yang disepak Bambang meluncur dari titik 11 meter ke gawang dengan waktu tempuh sekitar 0.3 detik. Artinya, kecepatan luncur bola tersebut akibat sepakan Bambang adalah sekitar 31.43 m/s.
Sekarang kita perhatikan Firman Utina. Videonya bisa anda lihat di sini.
Firman tidak mengambil ancang-ancang sejauh Bambang ketika akan mengeksekusi pinalti. Hanya sekitar 3 meter dari titik 11 meter. Cilakanya lagi, kecepatan lari Firman pun tidak secepat Bambang. Hasil perhitungan saya dari video hanya 3 m/s, berbeda 0.43 detik bandingkan dengan Bambang.
Perbedaan yang terasa kecil tersebut efeknya besar pada kecepatan bola. Bola meluncur dari titik 11 meter menuju gawang dengan waktu tempuh sekitar 0.8 detik. Artinya, kecepatan luncur bola hanya mencapai 13.75 m/s, jauh lebih rendah dari sepakan Bambang.
Kalau kita bandingan kalkulasi di atas dengan hasil perhitungan Sam Williamson, seorang Fisikawan dari Center for Neural Science, New York. Menurut pengamatannya, penjaga gawang akan bereaksi rata-rata-rata 0.3 detik setelah bola di tendang. Selama 0.3 detik itu diduga otak kiper sedang menganalisa dan kemudian mengambil keputusan bentuk reaksi yang harus diambil. Setelah itu, kiper membutuhkan tambahan waktu sekitar 0.1 detik supaya otot-otot menjalankan perintah otak dalam merespon tendangan bola ke arahnya. Total waktu yang dibutuhkan adalah sekitar 0.4 detik.
Referensi ini jelas menjadi alasan ilmiah untuk menjawab kenapa eksekusi pinalti Bambang tidak bisa diantisipasi oleh penjaga gawang Thailand. Waktu luncur bola hasil sepakan Bambang (0.3 detik) terlalu cepat bagi kebutuhan waktu minimum sang kiper untuk bereaksi (o.4 detik). Dalam kasus Firman Utina, waktu tempuh bola menuju kiper tergolong lambat, 0.8 detik. Lebih dari cukup bagi sang kiper untuk bereaksi menggagalkan tendangan tersebut.
Kecepatan bola yang jauh berbeda diantara keduanya sepertinya dipengaruhi oleh jarak ancang-ancang yang ditempuh, dan kecepatan kaki (lari) saat menendang. Dua parameter ini berbanding lurus dengan kecepatan laju bola menuju kiper plus besarnya gaya dorong yang dihasilkan. Jika Firman mengambil ancang-ancang lebih jauh dan kecepatan kaki yang lebih tinggi, bola (mungkin) akan lebih deras meluncur ke arah gawang. Saya sebut mungkin karena bisa jadi faktor lain akan berpengaruh, misalnya arah angin.
Satu hal lagi adalah “massa kaki” Bambang sepertinya lebih besar ketimbang Firman. Bambang sekitar 3 kg lebih berat dari pada Firman yang barangkali juga berefek pada masa kaki mereka masing-masing. Walhasil, dengan massa kaki yang berbeda, gaya dorong dan kecepatan bola yang disepak pun akan berbeda antara keduanya. Firman setidaknya harus berusaha “lebih keras” dibandingkan Bambang dengan kekurangan “massa” tersebut untuk bisa menghasilkan luncuran bola yang tidak kalah deras dan kuat dibandingkan Bambang.
Sepertinya memang pemain bola harus mengerti kaidah hukum fisika yang bisa mereka terapkan di lapangan :) Apapun itu, kita perlu apresiasi perjuangan timnas di Piala AFF kemarin. Luar biasa dan membanggakan kita semua.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar